Desember 2012 - skripsi man (dulrohman webs)

Kamis, 13 Desember 2012

Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini
 DOWNLOAD ARTIKEL INI


klik disini


BAB 1 PENDAHULUAN

Generasi penerus bangsa pada dasarnaya tidakbisa tumbuh dengan
sendirinya, mereka sangat memerlukan lingkungan yang baik yang dengan
sengaja diciptakan sehingga potensi tumbuh kembang mereka sesuai
dengan yang kita harapkan.
Perkembangan globalisasi dunia anak ini membawa dampak yang sangat
besar terhadap pendidikan anak dewasa ini, oleh karena itu masalah
kualitas manusia atau sumber daya manusia tidak terlepas dari peran
serta sekolah, lingkungan masyarakat, orang tua dan kebijakan serta
konsekuensi pemerintah untuk selalu konsisten dalam memperjuangkan
kemajuan dunia pendidikan.
Ditengah era Global yang semakin cepat di tangan siapa nasib bangsa
setelah empat atau lima windu mendatang? Jawabannya pastilah di tangan
para pemuda yang hidup di zaman itu dan anak-anak yang ada pada hari
ini. Korelasi dari jawabannya juga akan memberikan gambaran mengenai
keadaan masa depan bangsa. Kemungkinannya hanya melahirkan dua keadaan
yaitu Indonesia semakin maju dan dihargai di mata dunia atau
sebaliknya malah jatuh ke lubang krisis berkepanjangan.
Akurasi prediksinya cukup melihat bagaimana kondisi anak-anak yang ada
sekarang. Coba bayangkan apa yang terjadi jika anak usia dini hidup
tanpa mendapatkan amunisi kebutuhan pendidikan yang selayaknya?
Padahal publikasi dari sebuah penelitian telah mengungkapkan
kapabilitas tingkat kecerdasan 50% terjadi di usia emas ini. Andaikan
tidak ada perlakukan optimal, potensi kecerdasan anak dikhawatirkan
tidak bisa berkembang secara optimal pula. Lantas bagaimana cara
mengoptimalkannya?
Tanpa perlu membuat temuan baru. Salah satu upaya strategis bagi kita
semua agar kebutuhan pendidikan untuk mereka yang polos ini
terkecukupi adalah dengan memanfaatkan fungsi dan keberadaan
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Sudah seharusnya program yang telah
menjadi amanat konstitutusi ini mendapat perhatian seluruh elemen
masyarakat. Perhatian bukan hanya pada tataran menjamurkan PAUD namun
juga harus sejalan dengan kualitas pelayanan pendidikan yang
dilaksanakan.
Walau secara matematis harus diakui perkembangan kehadiran PAUD terus
meningkat. Data terakhir dari Depdiknas menunjukkan angka partisipasi
PAUD telah mencapai lebih dari 50%. Meski program ini tergolong baru
akan tetapi terus terjadi peningkatan yang signifikan. Sebagai
perbandingan pada 2004 tercatat dari 28,2 juta anak usia usia
pendidikan dini hanya 28,3 % yang terlayani oleh PAUD formal maupun
non formal dengan beragam jenis satuannya.
Mengapa Harus PAUD?
Program yang memfokuskan pada usia 0-6 tahun ini telah tercatat
sebagai komitmen dunia seperti yang tertuang dalam Deklarasi Dakkar
dan sekaligus menjadi komitmen nasional yang tercantum pada
Undang-Udang Sistem Pendidikan Nasional. Legitimasi yang ada memandang
bahwa anak adalah titik sentral yang fundamental dan strategis. Logika
sederhananya untuk menciptakan sumber daya manusia yang sempurna
haruslah dimulai dari menyempurnakan anaknya.
Selain itu kehadiran PAUD juga merupakan sebuah jawaban dari berbagai
teori mengenai perkembangan anak dan pengaruh lingkungan sekitarnya.
Salah satu contohnya seperti yang diungkapkan tokoh pendidikan ternama
Inggris, William Stern. Beliau menyatakan lingkungan mempunyai peran
dalam membentuk perkembangan anak baik secara fisologis maupun
psikologis. Selain itu dalam ilmu biologipun juga telah dijelaskan
bahwa sejak dalam kandungan saja sel-sel otak janin sudah mulai
membelah dan berkembang sesuai dengan fungsinya masing-masing. Ketika
lahir bayi telah memiliki 100 miliar sel otak. Bukankah ini akan
menghasilkan potensi yang sungguh luar biasa jika diperlakukan dengan
tepat?

Dengan memperhatikan alasan mengapa kehadiran PAUD itu diperlukan
serta melihat semakin meningkatnya pertumbuhan lembaga PAUD.
Seharusnyalah secara bersama terutama pemerintah tidak hanya sekedar
mengampanyekannya dan memandang pertambahan PAUD itu hanya sebagai
sebuah prestasi. Lebih dari itu, harus ada evaluasi terhadap pelayanan
PAUD yang tersebar terutama di daerah. Minimalisirlah kesenjangan yang
terjadi. Begitu juga dengan pemahaman kita bersama mengenai pendidikan
anak ini.
Setidaknya evaluasi tersebut harus mampu menjawab lima pertanyaan
kunci berikut ini. Pertama, mengenai sejauh manakah kualitas
pendidiknya? PAUD seharusnya memiliki pendidik yang mempunyai
kompetensi pedagogik disamping kompetensi lainnya. Bersentuhan
langsung dengan mereka yang diibaratkan seperti kertas putih ini
menuntut kita untuk senantiasa berhati-hati dalam berkata dan
bertindak. Dengan daya ingat dan sifat imitasi yang masih kuat mereka
akan meniru apa yang dilihat dan didengarnya. Kerjasama perguruan
tinggi dan pemerintah untuk menciptakan pendidik PAUD berkualitas
sangat diperlukan. Kedepan, profesi pendidik di PAUD bukanlah tempat
pelarian kerja bagi mereka yang kebetulan masuk kategori pengangguran
saja. Dengan kata lain meskipun PAUD adalah area bermain dikarenakan
usia anak adalah usia bermain tetapi dalam mengelolanya tidak boleh
main-main.
Kedua, sejauh manakah potensi kecerdasan di optimalkan? PAUD merupakan
tempat yang sangat ilmiah untuk memperhatikan arah kecerdasan anak
sehingga bisa dikembangkan secara efektif. Kecerdasan itu sangat
beragam dan bukan pada aspek intelektual saja. Persepsi keliru ketika
orang tua memasukkan anaknya ke PAUD dengan harapan bisa membaca,
menulis, dan menjadi juara kelas selayaknya anak SD.
Ketiga, agar tidak bermunculan lagi persepi seperti di atas maka
sepantasnya dipetakan sejauh manakah orang tua (masyarakat) memandang
PAUD sebagai lembaga pendidikan? Dengan bayaran yang diberikan, orang
tua tidak bisa memuntahkan segala tingkah laku anaknya menjadi
tanggung jawab pengelola dan pendidik saja. Peran orang tua juga
sangat menentukan. Bahkan para orang tua sudah seharusnya menjadikan
keluarganya sebagai basis pendidikan usia dini itu. Konsep PAUD
berbasis keluarga sudah selayaknya dibudayakan.
Keempat, sejauh manakah PAUD mengakomodir anak-anak yang berlatar
kurang beruntung? Jika kita perhatikan Deklarasi Dakkar dengan seksama
akan jelaslah target utama pada pendidikan usia dini ini. Anak yang
berlatar keluarga ekonomi lemah, hidup di daerah bencana/paska
bencana, dan berbagai konsisi yang tidak menguntungkan seharusnya
diprioritaskan. PAUD tidak hanya lahir untuk memfasilitasi anak yang
berasal dari keluarga mampu saja yang kemudian hanya menumbuhkan
nuansa profit oriented. Apalagi berdasarkan hasil sensus penduduk 2010
yang memberikan informasi mengenai ledakan jumlah penduduk lebih dari
30 juta jiwa. Informasi ini sekaligus mengindikasikan masih banyak
anak-anak yang perlu diselamatkan masa depannya.
Kelima, sejauh manakah perhatian pemerintah terhadap pemerataan,
keberlangsungan dan kualitas PAUD? Pemerintah diharapkan tidak hanya
berhasrat mengejar angka partisipasi PAUD yang ditargetkan mencapai
72% pada 2014 nanti atau target UNESCO yang menetapkan 75% pada tahun
2015. Peran pemerintah (pusat/daerah) sangat diperlukan terutama
mengenai keberadaan dan keberlangsungan PAUD di daerah yang jauh dari
pusat kota.
Terakhir, harus disadari kehadiran PAUD bukan hanya sekedar mengejar
target program pemerintah. Bukan juga sebagai sumber rezeki semata.
PAUD haruslah dijadikan ladang untuk menyemai kualitas pemuda agar
masa depan bangsa lebih baik. Jikalau dulu Bung Karno ingin mengubah
dunia hanya dengan memerlukan 10 orang pemuda. Tentulah pemuda yang
dimaksud adalah pemuda yang berkualitas, bukan pemuda ompong yang
hanya menambah masalah bangsa. Paling tidak sampai saat ini PAUD telah
memberikan jalan untuk menciptakan pemuda berkualitas itu. Jadi kenapa
tidak kita optimalkan jalan yang menciptakan para pemimpin masa depan
itu?








BAB 2 LANDASAN TEORI
Tahun-tahun pertama kehidupan anak merupakan kurun waktu yang sangat
penting dan kritis dalam hal tumbuh kembang fisik, mental, dan
psikososial, yang berjalan sedemikian cepatnya sehingga keberhasilan
tahun-tahun pertama untuk sebagian besar menentukan hari depan anak.
Kelainan atau penyimpangan apapun apabila tidak diintervensi secara
dini dengan baik pada saatnya, dan tidak terdeteksi secara nyata
mendapatkan perawatan yang bersifat purna yaitu promotif, preventif,
dan rehabilitatif akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak
selanjutnya (Sunarwati, 2007).

Penyelenggaraan pendidikan pada anak usia dini di negara maju telah
berlangsung lama sebagai bentuk pendidikan yang berbasis masyarakat
(community based education), akan tetapi gerakan untuk menggalakkan
pendidikan ini di Indonesia baru muncul beberapa tahun terakhir. Hal
ini didasarkan akan pentingnya pendidikan untuk anak usia dini dalam
menyiapkan manusia Indonesia seutuhnya (MANIS), serta membangun masa
depan anak-anak dan masyarakat Indonesia seluruhnya (MASIS). Namun
sejauh ini jangkauan pendidikan anak usia dini masih terbatas dari
segi jumlah maupun aksesibilitasnya. Misalnya, penitipan anak dan
kelompok bermain masih terkonsentrasi di kota-kota. Padahal bila
dilihat dari tingkat kebutuhannya akan perlakuan sejak dini, anak-anak
usia dini di pedesaan dan dari keluarga miskin jauh lebih tinggi guna
mengimbangi miskinnya rangsangan intelektual, sosial, dan moral dari
keluarga dan orang tua.
Pemerintah telah menunjukkan kemauan politiknya dalam membangunan
sumber daya manusia sejak dini. Seperti disampaikan Ibu Megawati
(wakil presiden pada saat itu) saat membuka Konferensi Pusat I Masa
Bakti VII Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia. Beliau menegaskan
pentingnya pendidikan anak usia dini dalam konsep pembinaan dan
pengembangan anak dihubungkan pembentukan karakter manusia seutuhnya.
Lebih jauh lagi beliau menyatakan sudah tidak dapat dipungkiri lagi
bahwa pendidikan bagi anak di usia dini merupakan basis penentu
pembentukan karakter manusia Indonesia di dalam kehidupan berbangsa.
Pernyataan ini menyatakan bahwa pendidikan anak usia dini sangat
penting bagi kelangsungan bangsa, dan perlu menjadi perhatian serius
dari pemerintah. Pendidikan anak usia dini merupakan strategi
pembangunan sumber daya manusia harus dipandang sebagai titik sentral
mengingat pembentukan karakter bangsa dan kehandalan SDM ditentukan
bagaimana penanaman sejak anak usia dini. Pentingnya pendidikan pada
masa ini sehingga sering disebut dengan masa usia emas (the golden
age).
- Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini (PAUD) adalah jenjang pendidikan sebelum
jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang
ditujukan bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang
dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan
pada jalur formal, nonformal, dan informal.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah
pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan
kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi,
kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku serta
agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Saat ini bidang ilmu pendidikan, psikologi, kedokteran, psikiatri,
berkembang dengan sangat pesat. Keadaan itu telah membuka wawasan baru
terhadap pemahaman mengenai anak dan mengubah cara perawatan dan
pendidikan anak. Setiap anak mempunyai banyak bentuk kecerdasan
(Multiple Intelligences) yang menurut Howard Gardner terdapat delapan
domain kecerdasan atau intelegensi yang dimiliki semua orang, termasuk
anak. Kedelapan domain itu yaitu inteligensi music, kinestetik tubuh,
logika matematik, linguistik (verbal), spasial, naturalis,
interpersonal dan intrapersonal.
Multiple Intelligences ini perlu digali dan ditumbuh kembangkan dengan
cara memberi kesempatan kepada anak untuk mengembangkan secara optimal
potensi-potensi yang dimiliki atas upayanya sendiri (Tientje, 2000).
- Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini dalam Membangun Masa Depan Bangsa
Kondisi SDM Indonesia berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh
PERC (Political and Economic Risk Consultancy) pada bulan Maret 2002
menunjukkan kualitas pendidikan Indonesia berada pada peringkat ke-12,
terbawah di kawasan ASEAN yaitu setingkat di bawah Vietnam. Rendahnya
kualtias hasil pendidikan ini berdampak terhadap rendahnya kualtias
sumber daya manusia Indonesia.
Dalam kondisi seperti ini tentunya sulit bagi bangsa Indonesia untuk
mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Pembangunan sumber daya
manusia yang dilaksanakan di Negara-negara maju seperti Amerika
Serikat, Jerman, Jepang dan sebagainya, dimulai dengan pengembangan
anak usia dini yang mencakup perawatan, pengasuhan dan pendidikan
sebagai program utuh dan dilaksanakan secara terpadu. Pemahaman
pentingnya pengembangan anak usia dini sebagai langkah dasar bagi
pengembangan sumber daya manusia juga telah dilakukan oleh
bangsa-bangsa ASEAN lainnya seperti Thailand, Singapura, termasuk
negara industry Korea Selatan. Bahkan pelayanan pendidikan anak usia
dini di Singapura tergolong paling maju apabila dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN lainnya.
Di Indonesia pelaksanaan PAUD masih terkesan ekslusif dan baru
menjangkau sebagian kecil masyarakat. Meskipun berbagai program
perawatan dan pendidikan bagi anak usia dini usia (0-6 tahun) telah
dilaksanakan di Indonesia sejak lama, namun hingga tahun 2000
menunjukkan anak usia 0-6 tahun yang memperoleh layanan perawatan dan
pendidikan masih rendah. Data tahun 2001 menunjukkan bahwa dari
sekitar 26,2 jut anak usia 0-6 tahun yang telah memperoleh layanan
pendidikan dini melalui berbagai program baru sekitar 4,5 juta anak
(17%). Kontribusi tertinggi melalui Bina Keluarga Balita (9,5%), Taman
Kanak-kanak (6,1%), Raudhatul Atfal (1,5%). Sedangkan melalui
penitipan anak dan kelompok bermain kontribusinya masing-masing sangat
kecil yaitu sekitar 1% dan 0,24%.
Masih rendahnya layanan pendidikan dan perawatan bagi anak usia dini
saat ini antara lain disebabkan masih terbatasnya jumla lembaga yang
memberikan layanan pendidikan dini jika dibanding dengan jumlah anak
usia 0-6 tahun yang seharusnya memperoleh layanan tersebut. Berbagai
program yang ada baik langsung (melalui Bina Keluarga Balita dan
Posyandu) yang telah ditempuh selama ini ternyata belum memberikan
layanan secara utuh, belum bersinergi dan belum terintegrasi
pelayanannya antara aspek pendidikan, kesehatan dan gizi. Padahal
ketiga aspek tersebut sangat menentukan tingkat intelektualitas,
kecerdasan dan tumbuh kembang anak.
Pentingnya pendidikan anak usia dini telah menjadi perhatian dunia
internasional. Dalam pertemuan Forum Pendidikan Dunia tahun 2000 di
Dakar Senegal menghasilkan enam kesepakatan sebagai kerangka aksi
pendidikan untuk semua dan salah satu butirnya adalah memperluas dan
memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini,
terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung,
Indonesia sebagai salah satu anggota forum tersebut terikat untuk
melaksanakan komitmen ini.
Perhatian dunia internasional terhadap urgensi pendidikan anak usia
dini diperkuat oleh berbagai penelitian terbaru tentang otak. Pada
saat bayi dilahirkan ia sudah dibekali Tuhan dengan struktur otak yang
lengkap, namun baru mencapai kematangannya setelah di luar kandungan.
Bayi yang baru lahir memiliki lebih dari 100 milyar neuron dan sekitar
satu trilyun sel glia yang berfungsi sebagai perekat serta synap
(cabang-cabang neuron) yang akan membentuk bertrilyun-trilyun
sambungan antar neuron yang jumlahnya melebihi kebutuhan. Synap ini
akan bekerja sampai usia 5-6 tahun. Banyaknya jumlah sambungan
tersebut mempengaruhi pembentukan kemampuan otak sepanjang hidupnya.
Pertumbuhan jumlah jaringan otak dipengaruhi oleh pengalaman yang
didapat anak pada awal-awal tahun kehidupannya, terutama pengalaman
yang menyenangkan. Pada fase perkembangan ini akan memiliki potensi
yang luar biasa dalam mengembangkan kemampuan berbahasa, matematika,
keterampilan berpikir, dan pembentukan stabilitas emosional.
Ada empat pertimbangan pokok pentingnya pendidikan anak usia dini,
yaitu: (1) menyiapkan tenaga manusia yang berkualitas, (2) mendorong
percepatan perputaran ekonomi dan rendahnya biaya sosial karena
tingginya produktivitas kerja dan daya tahan, (3) meningkatkan
pemerataan dalam kehidupan masyarakat, (4) menolong para orang tua dan
anak-anak.
Pendidikan anak usia dini tidak sekedar berfungsi untuk memberikan
pengalaman belajar kepada anak, tetapi yang lebih penting berfungsi
untuk mengoptimalkan perkembangan otak. Pendidikan anak usia dini
sepatutnya juga mencakup seluruh proses stimulasi psikososial dan
tidak terbatas pada proses pembelajaran yang terjadi dalam lembaga
pendidikan. Artinya, pendidikan anak usia dini dapat berlangsung
dimana saja dan kapan saja seperti halnya interaksi manusia yang
terjadi di dalam keluarga, teman sebaya, dan dari hubungan
kemasyarakatan yang sesuai dengan kondisi dan perkembangan anak usia
dini.
- Perkembangan Anak Usia Dini
Sebagian besar masyarakat berpendapat bahwa memberikan pendidikan anak
usia dini cukup dilakukan oleh orang dewasa yang tidak memerlukan
pengetahuan tentang PAUD. Selain itu juga mereka menganggap PAUD tidak
memerlukan profesionalisme. Pandangn tersebut adalah keliru.
Jika PAUD ingin dilakukan di rumah oleh ibu-ibu sendiri, maka ibu-ibu
itu perlu belajar dan menambah pengetahuan tentang proses pembelajaran
anak, misalnya dengan membaca buku, mengikuti ceramah atau seminar
tentang PAUD.
Kenyataannya semakin banyak ibu-ibu bekerja di luar rumah, oleh karena
itu haruslah orang yang menggantikan peran ibu tersebut memahami
proses tumbuh kembang anak.
Pembelajaran pada anak usia dini adalah proses pembelajaran yang
dilakukan melalui bermain. Ada lima karakteristik bermain yang
esensial dalam hubungan dengan PAUD (Hughes, 1999), yaitu:
meningkatkan motivasi, pilihan bebas (sendiri tanpa paksaan), non
linier, menyenangkan dan pelaku terlibat secara aktif.
Bila salah satu kriteria bermain tidak terpenuhi misalnya guru
mendominasi kelas dengan membuatkan contoh dan diberikan kepada anak
maka proses belajar mengajar bukan lagi melalui bermain. Proses
belajar mengajar seperti itu membuat guru tidak sensitif terhadap
tingkat kesulitan yang dialami masing-masing anak.
Ketidaksensitifan orangtua terhadap kesulitan anak bisa juga terjadi,
alasan utama yang dikemukakan biasanya karena kurangnya waktu karena
orangtua bekerja di luar rumah.
Memahami perkembangan anak dapat dilakukan melalui interaksi dan
interdependensi antara orangtua dan guru yang terus dilakukan agar
penggalian potensi kecerdasan anak dapat optimal. Interaksi dilakukan
dengan cara guru dan orangtua memahami perkembangan anak dan kemampuan
dasar minimal yang perlu dimiliki anak, yaitu musikal, kinestetik
tubuh, logika matematika, linguistik, spasial, interpersonal dan
intrapersonal, karena pada umumnya semua orang punya tujuh intelegensi
itu, tentu bervariasi tingkat skalanya.
- Peran Orang Tua dalam Pendidikan Anak Usia Dini
Anak adalah perwujudan cinta kasih orang dewasa yang siap atau tidak
untuk menjadi orang tua. Memiliki anak, siap atau tidak, mengubah
banyak hal dalam kehidupan, dan pada akhirnya mau atau tidak kita
dituntut untuk siap menjadi orang tua yang harus dapat mempersiapkan
anak-anak kita agar dapat menjalankan kehidupan masa depan mereka
dengan baik.
Mengenal, mengetahui, memahami dunia anak memang bukan sesuatu yang
mudah. Dunia yang penuh warna-warni, dunia yang segalanya indah,
mudah, ceria, penuh cinta, penuh keajaiban dan penuh kejutan. Dunia
yang seharusnya dimiliki oleh setiap anak anak namun dalam
kepemilikanya banyak bergantung pada peranan orang tua.
Para ahli sependapat bahwa peranan orang tua begitu besar dalam
membantu anak-anak agar siap memasuki gerbang kehidupan mereka. Ini
berarti bahwa jika berbicara tentang gerbang kehidupan mereka, maka
akan membicarakan prospek kehidupan mereka 20-25 tahun mendatang. Pada
tahun itulah mereka memasuki kehidupan yang sesungguhnya. Masuk ke
dalam kemandirian penuh, masuk ke dalam dunia mereka yang independen
yang sudah seharusnya terlepas penuh dari orang tua dimana
keputusan-keputusan hidup mereka sudah harus dapat dilakukan sendiri.
Disinilah peranan orang tua sudah sangat berkurang dan sebagai orang
tua, pada saat itu kita hanya dapat melihat buah hasil didikan kita
sekarang, tanpa dapat melakukan perubahan apapun.
Mengapa orang tua perlu meningkatkan intelektualitas anak demi
mempersiapkan mereka masuk sekolah? Jawabannya, sekolah saat ini
meminta persyaratan yang cukup tinggi dari kualitas seorang siswa.
Masih didapat siswa yang masuk SD sudah diperkenalkan dengan berbagai
macam pelajaran dan ilmu sejak dini. Anak-anak sudah harus memiliki
kreativitas yang tinggi sejak kecil. Oleh sebab itu, anak-anak yang
memiliki intelektualitas yang tinggi akan lebih mudah menerima dengan
baik semua yang diajarkan. Mereka akan memiliki kepercayaan diri yang
tinggi, lebih mudah beradaptasi, lebih mudah menerima hal-hal yang
baru, atau intelektualitas anak bisa dikembangkan jauh sebelum mereka
masuk ke sekolah. Kondisi seperti itulah yang menempatkan orang tua
sebagai guru pertama dan utama bagi anak-anaknya dalam program
pendidikan informal yang terjadi di lingkungan keluarga.
- Permasalahan Pendidikan Anak Usia Dini
Memasuki abad XXI dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga
tantangan besar. Pertama, sebagai akibat dari multi krisis yang
menimpa Indonesia sejak tahun 1997, dunia pendidikan dituntut untuk
dapat mempertahankan hasil-hasil pembangunan pendidikan yang telah
dicapai. Kedua, untuk mengantisipasi era globalisasi, dunia pendidikan
dituntut untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas,
sehingga mampu bersaing dalam pasar kerja global. Ketiga, sejalan
dengan diberlakukannya otonomi daerah, perlu dilakukan perubahan dan
penyesuaian system pendidikan nasional, sehingga dapat mewujudkan
proses pendidikan yang lebih demokratis, memperhatikan keragaman
potensi, kebutuhan daerah, peserta didik, dan mendorong peningkatan
partisipasi masyarakat.
Permasalahannya adalah ketidaksiapan bangsa Indonesia menghadapi
ketiga tantangan di atas, disebabkan rendahnya mutu sumber daya
manusianya. Untuk menghadapi tantangan itu, diperlukan upaya serius
melalui pendidikan sejak dini yang mampu meletakkan dasar-dasar
pemberdayaan manusia agar memiliki kesadaran akan potensi diri dan
dapat mengembangkannya bagi kebutuhan diri, masyarakat dan bangsa
sehingga dapat membentuk masyarakat madani. Pendidikan anak usia dini
merupakan hal paling mendasar yang dilakukan sedini mungkin dan
dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Menyeluruh, artinya
layanan yang diberikan kepada anak mencakup layanan pendidikan,
kesehatan dan gizi. Terpadu mengandung arti layanan tidak saja
diberikan pada anak usia dini, tetapi juga kepada keluarga dan
masyarakat sebagai satu kesatuan layanan.



















BAB 3 PEMBAHASAN
Pendidikan bagi anak dini usia (PAUD) tak hanya sekedar memberikan
berbagai pengalaman belajar seperti pendidikan pada orang dewasa. Tapi
juga berfungsi mengoptimalkan perkembangan kapabilitas kecerdasannya.
Pendidikan di sini hendaknya diartikan secara luas, mencakup seluruh
proses stimulasi psikososial yang tidak terbatas pada proses
pembelajaran yang dilakukan secara klasikal. Artinya, pendidikan dapat
berlangsung di mana saja dan kapan saja, baik yang dilakukan sendiri
di lingkungan keluarga, maupun oleh lembaga pendidikan di luar
lingkungan keluarga.
Pembelajaran harus dilakukan secara menyenangkan. Dengan bermain, anak
akan memperoleh kesenangan, hingga memungkinkannya untuk belajar tanpa
tekanan. Sehingga, di samping motorik, kecerdasan anak (kognitif,
sosial-emosional, spiritual dan kecerdasan lainnya) pun akan
berkembang optimal. Lebih penting lagi, kejenuhan belajar, akan
berdampak pada semakin menurunnya prestasi anak di kelas.
Pembelajaran yang menyenangkan, merupakan pembelajaran yang berpusat
pada anak. Di mana anak mendapatkan pengalaman nyata yang bermakna
bagi kehidupan selanjutnya. Pada gilirannya, melalui pendidikan anak
dini usia yang pembelajarannya dilakukan secara menyenangkan, akan
lahir manusia-manusia Indonesia yang siap menghadapi berbagai
tantangan.
Berdasarkan kajian neurologi dan psikologi perkembangan, kualitas anak
dini usia di samping dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature), juga
sangat dipengaruhi oleh faktor kesehatan, gizi, dan psikososial yang
diperolehnya dari lingkungan. Karena faktor bawaan harus kita terima
apa adanya, maka faktor lingkunganlah yang harus direkayasa. Dan kita
harus mengupayakannya semaksimal mungkin, agar kekurangan yang
dipengaruhi oleh faktor bawaan dapat diperbaiki. Dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan usia dini ada factor yang harus
diperhatikan antara lain :
- Meningkatkan Kualitas SDM
Secara konseptual, pembangunan kualitas sumberdaya manusia, harus
mencakup semua dimensi, baik fisik maupun non-fisik secara totalitas.
Segenap potensi jasmani dan rohani manusia, bisa berkembang secara
sempurna dan dapat didayagunakan untuk melakukan berbagai kegiatan
dalam rangka mencapai tujuan hidup.
Kualitas fisik dicerminkan dengan derajat kesehatan yang prima. Dan
kualitas akal dicerminkan oleh daya pikir atau kecerdasan intelektual
yang berkaitan dengan penguasan ilmu pengetahuan. Sedangkan Kualitas
kalbu diukur dengan derajat keimanan dan ketakwaan, kejujuran, budi
pekerti, moral dan akhlak.
Kualitas akal dan kalbu secara bersama-sama melahirkan daya dzikir dan
kesadaran diri yang mendalam akan hakikat manusia, sehingga melahirkan
emogensi atau kecerdasan emosional (emotional intelligence) yang
berkualitas.
Pendekatan holistik menekankan, bahwa kualitas sumberdaya manusia
ditentukan oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal, yang
berlangsung dalam keseluruhan siklus hidup. Tahap yang sangat
menentukan adalah masa janin (pre-natal) hingga anak berusia remaja
(sekitar 15 tahun). Sementara tahap yang paling kritis terjadi sejak
anak lahir hingga ia berumur 5 tahun (balita).
Usia dini, atau saat umur balita, adalah tahap yang rentan terhadap
berbagai pengaruh fisik dan non-fisik. Agar anak menjadi manusia yang
berkualitas, di masa-masa itulah berbagai faktor yang menentukan
tumbuh kembangnya anak, baik fisik, psikologis, dan sosial, sangat
penting untuk diperhatikan dan dikendalikan.
Bagi guru kelas satu, dua, tiga tingkat sekolah dasar yang
berpengalaman, tentu sudah tak asing mendapati varian bakat (aptitude)
yang merupakan potensi kemampuan yang dibawa anak sejak lahir
(inherent inner component of ability; Semiawan, C, 1997).
Mengingat banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan bakat,
utamanya lingkungan, maka perhatian para pendidikan terhadap
faktor-faktor di luar diri anak yang akan mempengaruhi pengembangan
intelektualitas dan kreativitas anak, harus diperhatikan. Khususnya
dalam pendidikan anak usia dini.

Berita Viral Terkini