skripsi man (dulrohman webs)

Selasa, 28 September 2021

Makalah Islam : Menanti Kehidupan Kekal Bermula Antara Surga dan Neraka



 Oleh : Deddy Ilyas

 Dosen Tetap Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam IAIN Raden Fatah Palembang

 

Abstrak : Surga dan Neraka adalah dua konsep yang sangat dikenal dan selalu mendapat tempat dan perhatian di kalangan umat Islam yang mengundang diskusi hingga perdebatan. Ragam perdebatan lahir dari perbedaan paham ditengah-tengah mereka yang tidak dapat dielakkan seputar persoalan dua hal tersebut.

 

Kata kunci : Neraka, Surga, kekekalan

Pendahuluan


Surga (al-Jannah) dan Neraka (al-Nar) adalah dua konsep yang popular dan senatiasa mendapat tempat serta perhatian di kalangan para mutakallimin khususnya dalam diskusi mengenani konsep kiamat (al- Qiyamah). Namun demikian, kekeliruan dan perselisihan pendapat tidak dapat dihindari ditengah ulama, sarjana, pemikir muslim dan juga aliran mazhab dalam Islam. Sesuatu yang jelas dan pasti adalah persoalan mengenai ini hanyalah menjadi isu dan topik yang kontroversi seiring bermunculannya tokoh-tokoh ilmu kalam, filsafat dan lain sebagainya.

Tulisan ini turut ikut serta dalam memahami konsep tersebut melalui beberapa pandangan tokoh dan tidak bermaksud menambah perselisihan yang telah lebih dulu ada.

 

 

 

 


*


Prihal Kematian

Manusia memiliki rasa takut dan gusar dalam menghadapi kematian. Kematian dan berakhirnya kehidupan selalu ‘menyiksa’ pikiran manusia. Pertanyaan pun kemudian menjadi buah hasil dari hal demikian, kalau seandainya kita harus berpisah dengan kehidupan ini , mengapa kita dilahirkan..? dengan kata lain, manusia memiliki cita-cita untuk bisa tetap abadi. Hal demikian telah mejadi karakter khas bagi manusia. Bukankah cita-cita ini lahir dari konsep menganai masa depan, dan cita-cita keabadian lahir dari konsep tentang keabadian, selayaknya rasa haus adalah bukti dari adanya air.

Keberatan yang muncul dari kematian bermula dari konsepi yang memahaminya sebagai ketiadaan.padahal kematian bukanlah ketiadaan, melainkan perkembangan dan perpindahan. Kematian adalah noneksistensi, hanya saja ia bukan bersifat mutlak. Kematian adalah noneksistensi relatif, yakni noneksistensi dari satu tahap demi eksistensi ketahap lain. (Murthadha 2009 : 199)

Manusia tidak akan mengalami kematian mutlak. Tetapi hanya akan kehilangan kondisi tertentu dan pindah ke kondisi lain. Perpindahan ini menyerupai kelahiran bayi dari rahim ibunya. (Murthadha : 200) Analogi seperti ini memanglah tidak terlalu sempurna, namun cukup dapat memberikan gambaran yang sempurna. Ketidaksempurnaannya hanya terletak pada perbedaan antara dunia dan akhirat yang jauh mencolok dan memang substansial ketimbang perbedaan anatara kehidupan di dalan dan luar rahim. Dikatakan dapat memberikan gambaran yang sempurna karena menjelaskan adanya perbedaan beragam kondisi.

Seorang bayi, ketika berada dalam rahim, menerima makanan melalui ari-ari atau plasenta dan tali pusar. (www.bidanku.com) namun setelah bayi lahir ke dunia, bayi mulai makan dengan mulut dan saluran pencernaannya. Saat di dalam rahim, kedua paru-paru bayi sudah terbentuk, tapi belum berfungsi (www.bidanku.com). Begitu bayi keluar dari rahim, kedua paru-paru itu langsung berfungsi.

Begitulah sistem kehidupan bayi sebelum dan sesudah kelahiran. Sistem kehidupan pra kelahiran berubah menjadi sistem kehidupan pasca lahir. Sebelum dilahirkan calon bayyi yang masih berupa janin tersebut


hidup dengan sistem tertentu, dan sesudah dilahirkan, ia hidup dengan sistem lain yang berbeda.

Dunia ini dalam hubungannya dengan kehidupan akhirat serupa dengan rahim yang di dalamnya rancangan dan kesiapan sistem-sistem psikis dan spiritual manusia disempurnakan, demi kehidupannya di alam berikutnya.

Seandainya segala perlengkapan dan sistem yang rumit milik manusia ini tidak berfungsi untuk kembali menuju Allah, maka pengandaian ini serupa dengan kehidupan di alam rahim yang tidak berlanjut dengan kehidupan di dunia. Dan seandainya semua janin akan binasa setelah berakhirnya babak kehidupan di alam rahim, sia-sialah penciptaan dan pembentukan sistem pendengaran, penglihatan, penciuman, saraf, otak dan perut besar, yang tidak sesuai dan tidak berfungsi di dalam rahim pada tubuh janin. Ujung-ujungnya, semua persiapan dan pembentukan janin untuk menjadi bayi sehat di luar rahim itu sia-sia belaka karena tidak pernah berfungsi dan tidak memberikan manfaat apapun bagi si janin.

Jadi, kematian adalah akhir periode kehidupan (duniawi) manusia sekaligus awal kehidupannya yang baru. Kematian, dalam kaitannya dengan dunia adalah sebuah kematian, akan tetapi dalam kaitannya dengan akhirat adalah sebuah kelahiran. Mirip dengan kelahiran bayi dalam kaitan dengan dunia, kelahirannya adalah suatu kelahiran, tapi dalam kaitannya dengan rahim adalah kematian.

 

Prihal Kiamat

Qiyamah berasal dari bahasa Arab dari kata qa-wa-ma yang artinya; bangkit, berdiri, tegak, teguh. Yaumul Qiyamah berarti hari berbangkit atau hari bangkitnya makhluk (khususnya golongan jin dan manusia) dari kematian mereka. Sedangkan jika dilihat dari teks (terutama al-Qur'an) tidak kurang 20 istilah yang sepadan dengan qiyamah, diantaranya yaumul diin, yaumul khulud, yaumul hasyr, yaumul ‘aqim, al-haqqah dan sa'ah. Dari istilah-istilah tersebut, qiyamah adalah sebuah proses panjang perjalanan mahluk taklif dari mulai kematian / kehancuran alam, barzakh (kubur), ba'ats (bangkit), mahsyar (berkumpul), hisab (perhitungan), dan jaza (balasan). Jadi istilah


qiyamah tidak boleh dipersepsi dengan kehancuran alam (dunia dan dan jagat raya) saja, namun kehancuran itu merupakan salah satu bagian dari rangkaian qiyamah.

Beberapa terjemahan kata yang sepadan dengan “qiyamah”. Seperti; al-Qari’ah (Qs.101:1), al-Sa’ah (Qs.20:15), yaum al-din (Qs.15:35). Seandainya kata-kata tersebut dibiarkan berdiri sendir sesuai dengan kandungan maknanya maka ia akan menjadi istilah tersendiri yang mandiri biarpun nanti maksudnya masih tetap sama. Karena ada beberapa istilah dalam al-Quran yang ‘dianggap’ sama tapi memiliki pengertian yang berbeda: seperti; kata al-Syuhh pada Qs.4:128 dan kata al-Bukhl daiantaranya pada Qs.4:37 yang sama sama meiliki pengertian kikir. Perbedaan di antara keduanya adalah pada kata al-syuhh lebih intens dari pada kata al-bukhl. Menurut Ibn Manzur dalam lisan al- Arabnya kata al-syuhh disamping memiliki pengertian kikir juga masuk didalamnya makna tamak. Berbeda dengan kata al-bukhl yang hanya memiliki pengertian kikir. dalam pengertian mudahnya bahwa setiap al- syuhh adalah al-bukhl namun tidak sebaliknya. Demikian halnya dengan kata-kata yang di’anggap’ sama lainya dalam al-Quran.

Qiyamah berasal dari gabungan huruf qa-wa-ma yang berarti bangkit atau berdiri. Hari qiyamah berarti hari kebangkitan manusia setelah kematian. Qs.23-14-15, “Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati # Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat

Yaum al-ba‘ts (hari kiamat) tidak terjadi kecuali dengan proses penghancuran kosmos melalui peniupan shur (terompet). Qs. 69:13-16 : Maka apabila sangkakala ditiup sekali tiup # dan diangkatlah bumi dan gunung-gunung, lalu dibenturkan keduanya sekali bentur # Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat # Maka pada hari itu terjadilah hari kiamat

Qs.36:51 : “Dan ditiuplah sangkalala, maka tiba-tiba mereka keluar dengan segera dari kuburnya (menuju) kepada Tuhan mereka dan Qs.78:18 : “yaitu hari (yang pada waktu itu) ditiup sangkakala lalu kamu datang berkelompok-kelompok” serta Qs.50:20-21 : “Dan ditiuplah sangkakala. Itulah hari terlaksananya ancaman (yaum al-wa‘id) # Dan datanglah tiap-tiap diri, bersama dengan dia seorang malaikat penggiring dan seorang malaikat penyaksi




Meninjau sebentar mengenai kata al-shur yang diartikan dengan kata terompet atau sangsakala yang akan ditiupkan oleh malaikat Israfil. NASA, berdasarkan alat Wilkinson Microwave Anisotropy Probe (WMAP) merelease teori yang menyatakan bahwa alam semesta ini tak ubahnya seperti terompet. (http://map.gsfc.nasa.gov) berikut gambar yang dinyatakan sebagai terompet. Peniupan al- shur menunjukkan suatu proses. 



Proses-proses inilah yang digambarkan oleh al-Quran dengan berbagai padanan istilah kiamat. Setidaknya tidak kurang dari 20 bentuk yang merupakan padanan istilah hari qiyamah,

sebagai berikut ; (1) al-yaum al-akhir. Dinamakan demikian untuk menunjukkan tidak ada hari lagi sesudahnya. Terulang sebanyak 26 kali dalam al-Quran; (2) al-sa‘ah. Karena kedatangannya dengan cepatdan tiba-tiba; (3) yaum al-ba‘ats. Karena setelahnya ada kehidupan kembali. Qs.30:56; (4) yaum al-khuruj. Karena saat itu semua hamba keluar dari kuburnya ketika ditiup al-shur. Qs.50:42; (5) al-Qari‘ah. Karena mengguncang jiwa yang mengalaminya. (baca surah 101); (6) yaum al- fashl. Karena Allah akan memberikan keputusan tentang perkara yang senantiasa berselisih. Terulang sebanyak 6 kali yaitu Qs.37:41; 44:40; 77:13,14,38; 78:17.; (7) yaum al-din. Karena pada hari itu Allah memberikan balasan dan perhitungan bagi hamba-hambanya. Terulang sebanyak 13 kali : Qs.1:4; 15:35; 26:82; 37:20; 38:78; 51:12; 56:56;

70:26; 74:46; 82:15,17,18; 83:11.; (8) al-shakhah. Karena sangat memekakan telinga. Qs.80:33.; (9) al-thamah al-kubra. Karena merupakan malapetaka dalam segala hal yang menakutkan. Qs.79:34.;

(10) yaum al-hasr. Karena merupakan hari penyesalan. Qs.19:39.; (11) al-ghasyiah. Adalah hari pembalasan atau siksaan dari segara arah. Qs.88:1; 29:55.; (12) yaum al-khulud. Karena pada hari itu menuju ke tempat kekekalan, surga dan neraka. Qs.50:34.; (13) yaum al-hisab. Merupakan waktu Allah menghisab. Diantaranya Qs.38:53.; (14) al-


waqi‘ah. Menunjukkan bahwa benar tentang adanya hari kiamat. Qs.56:1; 69:15.; (15) yaum al-wa‘id. Untuk menunjukkan janji Allah kepada hamba-hambaNya mengenai balasan. Qs.50:20.; (16) yaum al-azifah. Untuk menunjukkan bahwa hari tersebut adalah menyesakkan hati. Qs.40:18.; (17) al-haqqah. Qs.69:1-3.; (18) yaum al-jam‘. Untuk menunjukkan saat dikumpulkan untuk menghadap Allah. Qs.42:7.; (19) yaum al-talaq. Hari bertemunya setelah dibangkitkan dari kubur dengan Allah. Qs.40:15.; (20) yaum al-tanad. Hari dimana manusia dipanggil namanya untuk hisab dan menerima ganjaran, juga hari dimana saling panggil-memanggil antara ahli surga dan neraka. Qs.40:32.: (21) yaum al-taghabun. Hari dimana kesalahan akan ditampakkan, diperlihatkan. Qs.64:9. (22) yaum ‘aqim. Qs.22:55.

 

Prihal Surga

Kata al-Jannah biasa menunjuk kepada pengertian taman atau kebun, ini berdasarkan pengertian yang terkandung dalam al-Quran sebagai berikut : Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun (Jannatan) di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan)(Qs. 34 : 15)1

Surga terdiri dari dua bentuk; surga dunia dan surga akhirat. (wan Zailani, Bil 16 2002 : 36) Diantara kedua-duanya terdapat perbedaan karena ganjaran nikmat yang disembunyikan dari pengetahuan manusia seperti yang dijelaskan dalam al-Quran surah 32 : 17 berikut :

َََْـَُ ـٌَْ أَُِْ َُ ـُِة أٍَُْ ََاء ً ََُِا ـ َََُْن

Secara ringkas, kata al-jannah umumnya mengandungi berbagai jenis pepohonan yang lebat berdahan yang berjuntaian, dan secara khusus menunjuk kepada tempat yang dipenuhi nikmat—sebagaiman yang dapat dipahami secara bahasa dalam Ibn Manzur, Lisan al-Arab—yang tidak dijelaskan kepada manusia sebagai ganjaran kebaikan untuk mereka.

 

 


1. lihat juga Qs. 34 : 16; 18 : 39


Dalam al-Quran, kata al-jannah dan ragam perubahan bentuknya terulang sebanyak 144 kali. (Abd al-Baqi : 229-232) diantara ayat-ayat tersebut adalah sebagai berikut : “Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh, mereka itu penghuni surga (Jannah); mereka kekal di dalamnya. (Qs. 2 : 82) ; “Dan bagi orang yang takut akan saat menghadap Tuhannya ada dua surga (Jannatan).” (Qs. 55 : 46); “Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga (Jannat) 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama- lamanya. Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada- Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya” (Qs. 98 : 8).

Dikalangan umat Islam, persoalan yang berkaitan dengan surga turut menjadi diskusi dan perdebatan. Diantara yang didebatkan adalah : apakah surga merupakan suatu yang nyata (haq) atau hanya majaz semata?; apakah surga kekal selama-lamanya atau akan binasa seiring waktunya?

Wan Zailani Kamaruddin (bil.16, 2002 : 37-44) merangkum beberpa pandangan mengenai ini. Menurut al-Razi, salah satu tokoh al- Asy’ariah, surga adalah nyata (haq). Mengenai kekekalannya, al- Mu’tazilah , Abu al-Hudhayl berpendapat bahwa surga adalah kekal begitu juga penghuninya. Demikian juga pada umumnya pandangan al- Asy’ariah. Namun menurut Jahm dan al-Jahmiyyah tidak ada yang kekal selain Allah, dan surga akan binasa termasuk penghuninya.

Dalam al-Quran, kata al-jannah dipakai untuk menunjuk tempat kediaman orang-orang mukmin di alam akhirat. Ada beberapa kata yang turut digunakan bersama-sama dengan kata al-jannah seperti ; jannah al- ‘adn (Qs. 9 : 72); jannah al-firdaus (Qs. 18 : 107); jannah al-ma’wa

(Qs.79 : 41); jannah al-na’im (Qs. 26 : 85); jannah al-khuld (Qs.25 :15). Selain itu ada juga perkataan yang memiliki maksud yang sama seperti ; dar al-salam (Qs. 6 : 127); dar al-akhirah (Qs. 2 : 94); dar al-muqamah (Qs. 35 : 35).

Disebutkan dalam al-Quran beberapa ciri yang dimiliki oleh surga. Bahwa surga terdapat beberapa buah sungai yang disebut nama- namanya seperti ; al-salsabil (Qs.76 : 18); al-tasnim (Qs.83 : 27); al- kafur (Qs.76 : 5). Masih dalam tulisan Wan Zailan (Bil.16, 2002 : 42), nikmat surga mempunyai beberapa peringkat dan berdasarkan pada


tahapan spiritual para penghuninya. Pertama, sebagian menikmatinya seperti lembu menikmati rumput dan nikmat jasmani tersebut adalah seperti yang dirasai semasa di dunia. Kedua, sebagian menikmati kesenangan karena surga adalah tempat kemuliaan yang dipilih oleh Allah untuk “teman-teman”-Nya. Oleh karena itu, surga adalah tempat yang memperlihatkan keridhaan Allah yang dapat mendekatkan penghuninya kaepadaNya.

Adapun nikmat surga yang dinyatakan adalah sebagai berikut; pertama, kebahagiaan terbesar adalah berhasilnya memperoleh keridaan (ridwan) Allah. (Qs.9:72); kedua, kesenangan jasmani (seksual) karena setiap mukmin dikatakan memperoleh tujuh puluh ribu bidadari selain dari isteri mereka. Para bidadari itu senantiasa berada dalam keadaan suci setiap kali mereka diinginkan; ketiga, makanan dan buah-buhan yang lezat pada setiap waktu dengan rasa yang baru berdasarkan keterangan al- Quran “Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan” (Qs.2:25); keempat, hati yang senantiasa gembira, bahagia dan tenang; kelima, berkumpul bersama dalam persaudaraan, seperti : Dan Kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap- hadapan di atas dipan-dipan” (Qs.15:47); keenam, istana dan tempat tinggal dibuat dari logam yang berharga dan dihiasi dengan permata, kebun-kebun yang mengalir sungai-sungai di dalamnya dan buah-buahan; ketujuh, berbagai bentuk kesenangan termasuk kicauan burung yang hanya diberikan orang yang memelihara diri dari musik di dunia; kedelapan, macam-macam sungai (Qs.47:15) mengalir di dalamnya. Dikatakan bahwa khamar yang disediakan dalam surga tidak memabukkan dan tidak memberikan dampak serta efek apapun pada pancaindera maupun akhlak. Semua ini diperuntukkan kepada orang yang menjauhi khamr semasa hidupnya di dunia. Kesembilan, pengetahuan nahwa kebahagiaan surga hanya untuk mereka selama-lamanya tanpa adanya rasa takut kepada kematian, perpindahan, kesakitan dan kebimbangan serta lainnya. kesepuluh, keredaan Allah yang senantiasa berlipat ganda, senantiasa ingat kepada Allah selalu. (Qs.10:9-10).

 

Prihal Neraka


Kata al-Nar berarti sesuatu yang membakar, dan selalu memiliki kesan dengan menyala (lahib) serta dapat ditangkap oleh panca indera manusia. Sebagaimana yang tersebut dalam Qs 56:71 berikut yang artinga ;“Maka terangkanlah kepadaku tentang api yang kamu nyalakan (dengan menggosok-gosokkan kayu)”

Kata al-Nar juga memiliki sifat panas, seperti dapat dilansir dari Qs.2:24, yang artinya sebagai berikut ; “peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang- orang kafir”. Kata nar terkadang berbentuk mua’annats dan terkadang mudzakkar, dan apabila digandengkan dengan kata al (alif lam) maka menunjuk pada makna neraka secara khusus.

Dalam al-Quran, kata al-nar ditemukan sebanyak 126 kali (Abd al-Baqi : 893-895). Diantara ayat-ayatnya adalah : “Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) -- dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya), peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir (Qs.2:24)

Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang- orang yang zalim” (Qs.3:151)

Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka (Qs.4:145)

Sebagaimana yang dapat dipahami secara ringkas dari tulisan Dr. Musthtafa Murad (2008 :1-6) bahwa Nabi saw melihat selama perjalanan isra’ dan mi’raj siksa bagi para pendurhaka dan nikmat bagi orang-orang yang taat, ini berarti bahwa neraka dan surga telah ada. Neraka, sebagaimana juga dengan surga memiliki kedua-dua sapek yakni jasmani dan rohani. Ini menunjukkan bahwa neraka menyediakan balasan penderitaan dan azab kepada jasmani dan rohani manusia.

Dengan demikian, surga adalah merupakan kediaman bagi para mukmin di alam akhirat yang melibatkan aspek jasmani dan rohani yang bersifat kekal. Di dalam surga terdapat segala bentuk nikmat yang dapat dibayangkan dan yang tidak dapat dibayangkan oleh akal manusia. Dan


demikian pula halnya neraka adalah merupakan tempat tinggal bagi orang-orang kafir dan munafiq dan juga melibatkan aspek jasmani dan rohani. Penghuninya terdiri dari para pelaku maksiat, kezaliman dan seumpama dengan itu. Neraka digambarkan sebagai tempat yang penuh dengan kesengsaraan tanpa kesudahan dan pengurangan. Ia disimpulkan sebagai tempat yang penuh dengan keburukan tanpa ada sedikitpun di dalamnya kebaikan.

 

Penutup

Apakah Neraka tidak kekal? Sebagaimana dilansir oleh www.republika.co.id mengenai pandangan Ibn Qayyim yang disampaikan oleh Dr. Yusuf al-Qardhawi ketika dihadapkan dengan pertanyaan tersebut di atas adalah sebagai berikut :

Pertama, Allah menyebutkan tiga ayat tentang neraka yang menunjukkan ketidakkekalannya; “mereka tinggal di dalamnya berabad- abad lamanya” (Qs.78:23) tinggalnya mereka di dalam neraka dengan ketentuan “berabad-abad lamanya” itu menunjukkan waktu tertentu yang dapat dihitung, sebab sesuatu yang tidak berkesudahan tidak dikatakan demikian. Dan para sahabat sebagai orang yang paling mengerti tentang makna-makna al-Quran memahami ayat tersebut demikian. Allah berfirman: "Neraka itulah tempat diam kamu, sedang kamu kekal di dalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain)". Sesungguhnya Tuhanmu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (Qs.6:128) dan pada Qs.11:107 “mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki. Dan pada ayat setelahnya Allah mengenai surga “Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.

Seandainya tidak ada dalil qath‘i yang menunjukkan keabadian dan kekekalan surga, maka hukum pengecualian kedua perkara diatas adalah sama. Pada prihal neraka Allah berfirman Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki” artinya Allah berkehendak melakukan sesuatu tanpa harus memberitahukan


kepada kita. Dan pada ayat surga Allah berfirman “sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.”maka hal ini mengindikasikan bahwa karunia dan kenikmatan di surga adalah selamanya.

Kedua, pendapat mengenai ketidakkekalan neraka juga diriwayatkan para sahabat, tabiin dan imam-imam besar ; Umar R.A berkata “seandainya ahli neraka tinggal di neraka selama bilangan pasir, niscaya ada kesempatan bagi mereka untuk keluar (dari neraka).” Ibn Mas‘ud R.A berkata “sungguh akan datang pada neraka jahannam suatu waktu yang ketika itu pintu-pintunya berkibar (terbuka) dan tiada seorang pun di dalamnya. Dan ini terjadi setelah mereka tinggal di situ selama berabad-abad.” Pendapat serupa juga diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash. Abu Hurairah berkata adapun pendapat saya, sesungguhnya akan datang pada Jahannam suatu hari yang pada saat itu sudah tidak ada seorang pun di dalamnya.” Dan dia membaca dua ayat surah Hud (107-108) di atas.

Ketiga, Allah memberitahukan bahwa rahmat-Nya meliputi segala sesuatu. Sesungguhnya rahmat Allah itu mendahului kemarahan- Nya dan Dia telah menetapkan sifat rahmat (kasih sayang) pada diri-Nya. Maka sudah tentu rahmat-Nya meliputi orang-orang yang disiksa itu. Dan Allah telah menamakan diri-Nya dengan al-Ghafur (Maha Pengampun), dan al-Rahim (Maha Penyayang) dan tidak menamakan diri-Nya dengan al-Mua‘adzdzib (Penyiksa) dan al-Mu ‘aqib (Penghukum). Bahkan Dia menjadikan mengazab dan menhukum sebagai perbuatan-Nya. Kabarkanlah kepada hamba-hamba-Ku, bahwa sesungguhnya Aku-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, dan bahwa sesungguhnya azab-Ku adalah azab yang sangat pedih.

Keempat, Allah tidak menjadikan manusia dengan sia-sia dan tidak menjadikannya untuk disiksa. Sesungguhnya Allah menjadikan manusia untuk dirahmati. Tetapi setelah diciptakan manusia melakukan hal-hal yang menyebabkannya patut mendapatkan azab. Maka penjatuhan azab kepada manusia bukanlah tujuan (penciptaan) melainkan disebabkan kebijaksanaan dan rahmat-Nya. Maka hikmah (kebijaksanaan) dan rahmat itu menolak apabila azab itu terus-menerus, tidak berkesudahan.

Kebijaksanaan adalah bahwa Dia mengazab sesuatu yang melanggar fitrah dan sebagainya, sekali lagi, bukan sebagai tujuan pokok penciptaan. Dia tidak menjadikan manusia untuk berbuat sirik dan bukan


untuk mendapatkan azab. Bahkan Allah menjadikan mereka untuk beribadah dan rahmat. Tetapi manusia sendirilah yang kemudian melakukan hal-hal yang menyebabkannya patut mendapatkan hukuman.

Namun demikian, faktor yang menyebabkannya mendapatkan hukuman itu sendiri adalah tidak kekal, maka bagaimana hukumannya harus kekal..?

Kelima, Ahlus sunnah berpendapat, boleh tidak melaksanakan ancaman. Tidak melaksanakan hukuman merupakan sifat mulia. Sikap suka memaafkan dan tidak menjatuhkan hukuman itu dipuji oleh Allah Ta‘ala dan disanjung-Nya, karena hal itu sudah menjadi hak yang bersangkutan. Orang yang mulia saja tidak menuntut-semua-hanknya (untuk menghukum), maka bagaimana lagi terhadap Yang Mahamulia? waAllah a‘la wa a‘lam!

 

 

REFERENSI

 

Al-Quran al-Karim

Muhammad Fuad ‘Abd al-Baqi, Mu’jam al-Mufahras li al-fazi al-Quran, Maktabah Dahlan : Indonesia

Murtadha Muthahhari, 2009, Keadilan Ilahi : Asas Pandangan Dunia Islam, cet. II, terj. Agus Efendi, Bandung : Mizan

Mushtafa Murad, Dr., 2008, Mukjizat Rasulullah, terj. Agus Saifuddin dan Abdi Pemi Karyanto, Jalarta : Rajagrafindo Persada

Wan Zailan Kamaruddin bin Wan Ali, 2002, Pemikiran Ali bin Abi Talib (r.a) Mengenai Konsep Syurga (al-Jannah) dan Neraka (al-Nar) dalam Jurnal Usuluddin, Bil.III, Akademi Pengajian Islam Universitas Malaya, Kuala Lumpur

http://bidanku.com http://map.gsfc.nasa.gov http.//www.republika.co.id


 

*****

 

Berita Viral Terkini